Hitam mendung pada langit mengundang rintik hujan untuk turun, bulir-bulir air dengan sabar mengecup rerumputan. Kali ini rintik hujan datang bukan untuk membasahi pelupuk matamu, bukan juga tentang gelap yang mengglayuti senyum datar dibibirmu, ini semua hanya tentang hembusan angin yang membawa kata yang tak sempat terucap padamu.
Ingin rasanya menyalahkan waku, bersama detik, menit, dan jam yang begitu mudah berlalu tanpa mau mengerti keadaanku kala itu, bahkan saat kau memilih untuk pergi meninggalkanku, aku tak pernah lelah menanti meskipun engkau tak akan kembali. Aku ingin menjelma sebagai cara kerja intusi, mengubah bentuk awan-awan sesuka hati tanpa kehilangan hangat peluk mentari.
Meski dibawah langit yang sama dan dengan rasa yang sama jika jarak hadir ditengah-tengah kita akan ada curiga yang datang menerpa. Ketika jarak merenggut temu, mungkin seseorang hadir menawarkan kebahagiaan baru, hingga kau lupa untuk kembali padaku. Aku ingin mendekat namun ada sekat tak terlihat yang membatasi kita, tak terlalu jauh juga tak begitu dekat. Seakan-akan ada benang yang menarikku untuk menjauhimu begitupun menjauhkan kau denganku.
Terimakasih pernah menjadi bagian yang selalu aku semogakan, terimakasih pernah menjadi bagian mimpi-mimpi besarku, terimakasih pernah menjadi bagian warna-warna pelangiku, terimaksih pernah menjadi bagian yang selalu aku ingat, juga menjadi senyum yang selalu aku rindukan. Meski kali ini hanya tersisa aku yang berjuang meninggalkan bagian-bagian itu.
0 Response to "Jarak"
Post a Comment