Hari itu aku duduk termenung di atas sajadah sembari menunggu fajar terbit di sebrang ufuk, meneteskan embun pada daun yang lapuk, saat itu harapan-harapan tentang langit birumu mulai ku pupuk, agar nanti ketika kau datang aku siap untuk memeluk. Jika gelap dan merah rona pada langit yang lebih dulu fajar perkenalkan selanjutnya akan ada langit biru yang akan fajar suguhkan.
Kepadamu laki-laki yang kupanggil langit, aku ingin menjadi yang pertama untukmu. Pertama yang melihat tatapmu yang meneduhakanku, pertama melihat senyummu yang menenangkanku, pertama yang menggenggam tanganmu yang memberikan kenyamanan padaku, pertama yang memeluk hangat tubuhmu dan pertama yang menghiasi langit-langit birumu.
Hujan yang kau turunkan memberikan pilihan kepadaku, untuk ikut bermain bersamamu atau aku justru memilih untuk berteduh. Aku belajar pada tumbuhan liar yang hidup dialam bebas meski ia sering terguyur deras air mu namun ia tetap hidup bahkan tumbuh subur. Begitupun denganku... aku akan selalu bersamamu tanpa mengenal buruknya keadaanmu bahkan aku selalu takjub pada warna pelangi yang kau ciptakan untukku dan aku tau tak ada langit sebiru langitmu.
Kepadamu langitku, kau lebih luas dari pantai namun kau tetap mampu berdiri meski tanpa kaki, kau tak lebih tinggi dari mimpi-mimpiku namun meraih birunya langitmu salah satu kebahagia terbesarku. Aku akan membuat langitmu selalu biru meski harus membunuh sendu disegala waktu.
0 Response to "Langit Biru(ku)"
Post a Comment