Kursi usang yang menjadi tempat favorit diskusi kami dan satu teko air putih yang menjadi pelengkap adalah rutinitas setiap hari jumat selepas ayah sholat jum’at, dari hal yang tidak penting sampai yang sangat penting dan dari yang bercanda sampai yang serius kami lakukan di tempat itu. Tak jarang perdebatan itu muncul ketika fikiran kami tak satu frekuensi, biasanya aku lebih memilih diam dan menelaah setiap apa yang ayah katakan. Kalo situasinya sudah sedikit tegang biasanya ayah akan mempersilahkan aku untuk meminum air putih. Dan setiap akhir perdebatan ia akan mengusap-usap kepalaku lalu menepuk pundak dan mengatakan “ jangan jadi anak ayah yang keras kepala, kau harus tetap lembut tapi kuat” Kau sungguh romantis lelakiku.
Dia benar-benar romantis bahkan kecuekan diapun romantis bagiku. Bagaimana tidak sering sekali ayah memberiku secercah kertas yang berisi doa doa kemudian tiba-tiba pergi tanpa penjelasan. Awalnya aku tidak tau mau dibagaimanakan kertas itu. Kepahamanku mulai muncul ketika sindiran demi sindiran yang ayah keluarkan saat berbincang mesra dengan ibu. Dari kecil hingga kini sudah biasa hafalanku diuji melalui sindiran-sindiran mesra yang mengoyak jiwa. Aku mencintaimu lebih dari kau mencintaiku dan aku selalu merindukan momen-momen itu saatku diperantauan #Z
Source picture: Media Hima PBSI UNY
0 Response to "Lelakiku"
Post a Comment